TAHUKAH ANDA...??? Hadits Yang Derajatnya Sangat Lemah Tentang Adzan Di Telinga Bayi Yang Baru Lahir. Inilah Penjelasannya...
Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
رُوِيَ عَن�' أَبِي رَافِعٍ رضي الله عنه قَالَ : رَأَي�'تُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَي�'هِ وَسَلَّم أَذَّنَ فِى أُذُنِ ال�'حَسَنِ ب�'نِ عَلِىٍّ رضي الله عنهما حِينَ وَلَدَت�'هُ فَاطِمَةُ – بِالصَّلاَةِ
Diriwayatkan dari Abu Rafi’ Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Aku lihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan adzan shalat di telinga al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma saat (ibunya) Fathimah Radhiyallahu anhuma melahirkannya. ”
Hadits ini begitu popular serta diamalkan banyaknya golongan Muslimin, lantaran mereka menganggap hadits ini shahih atau sekurang-kurangnya dapat jadikan sebagai alasantasi lantaran jalur periwayatannya banyak.
Walau sebenarnya sebenarnya, hadits ini lemah pada semuanya jalurnya bahkan juga begitu fatal kekurangannya, bahkan juga ada kisah yang palsu, hingga tak dapat jadikan sebagai sandaran dalam beramal, seperti yang bakal kami terangkan, insya Allâh.
Terdapat banyak aspek yang mengakibatkan banyak golongan Muslimin mengamalkan hadits ini atau menganggapnya sebagai hadits yang benar penisbatannya pada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satunya :
1- Imam at-Tirmidzi yang meriwayatkan hadits ini, menghukuminya sebagai hadits hasan shahîh. 1
2- Imam an-Nawawi juga membawakan hadits ini dalam kitab al-Adzkâr2 serta berkesan memperkuatnya.
3- Imam Ibnul Qayyim memperkuat hadits ini dengan membawakan tiga kisah hadits ini dari tiga Shahabat Radhiyallahu anhum, bahkan juga beliau mencantumkannya dalam bab “Anjuran membacakan adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir serta iqamah di telinga kirinya”3.
4- Syaikh al-Albani pada awalnya menghukumi hadits ini sebagai hadits yang hasan, lantaran ada sanad kisah hadits ini yang belum beliau cermat, dikarenakan kitab yang menukilnya belum diciptakan. Setelah beliau cermat kembali, selanjutnya beliau rujuk serta menghukumi hadits ini sebagai hadits lemah, sedang kisah lain yang mendukungnya begitu lemah serta palsu4.
Maksud kami mengatakan nukilan dari beberapa Ulama itu diatas sekalipun bukanlah untuk merendahkan atau menjatuhkan kedudukan mereka, lantaran mereka yaitu beberapa Ulama Ahlus sunnah yang sudah di kenal keilmuan mereka, termasuk juga dalam pengetahuan hadits, baik dalam riwayah ataupun dirâyah.
Tetapi, lantaran keterangan mereka banyak menyebar serta jadikan referensi dalam permasalahan yang tengah kita ulas ini, jadi kami butuh menerangkan derajat serta kedudukan hadits ini yang benar – insya Allâh – pasti dengan menukil info ilmiyah dari beberapa Ulama Ahlus sunnah yang lain, wallâhul musta’ân.
Hadits ini di keluarkan oleh Imam Abu Dâwud (no. 5105), at-Tirmidzi (no. 1514), Ahmad (6/9, 391 serta 392), al-Hâkim (3/197), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (1/315 serta 3/30) dan sebagainya, dengan sanad mereka semuanya dari ‘Âshim bin ‘Ubaidillah, dari ‘Ubaidullah bin Abi Rafi’, dari Abu Rafi’ Radhiyallahu anhu, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini yaitu hadits yang lemah bahkan juga begitu lemah, dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Âshim bin ‘Ubaidillah al-‘Adawi al-Madani. Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata mengenai orang ini, “Dia lemah (riwayatnya). ”5
Bahkan juga sebagian imam Pakar hadits yang terdahulu mengatakan kekurangannya yang kronis. Imam Abu Hâtim serta Abu Zur’ah berkata, “Haditsnya mungkar (begitu lemah) ”. Imam ad-Daraquthni berkata, “Haditsnya ditinggalkan serta dia senantiasa lupa. ”6
Imam Ibnu Hibban menyaratkan kekurangan hadits ini dalam kitab al-Majrûhîn (2/128).
Imam Ibnul Qaththan menghukumi hadits ini sebagai hadits yang lemah. Ini diikuti oleh Imam al-‘Iraqi7.
Imam adz-Dzahabi menyatakan kekurangan hadits ini saat beliau menyanggah perkataan Imam al-Hâkim yang menshahihkan hadits ini, Imam adz-Dzahabi berkata, “‘Ashim bin ‘Ubaidillah lemah (riwayatnya). Bahkan juga dalam kitab Mîzânul I’tidâl (2/354) beliau membawakan hadits ini sebagai contoh hadits lemah yang diriwayatkan oleh rawi ini.
Imam Ibnu Hajar juga melemahkan hadits ini, beliau berkata, “Pertemuan sanad hadits ini pada ‘Ashim bin ‘Ubaidillah serta dia lemah (riwayatnya) ”8.
Hadits ini dapat diriwayatkan dari jalur lain dari Abu Rafi’ Radhiyallahu anhu, di keluarkan oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (1/313 serta 3/31). Jalur ini dapat sanadnya begitu lemah lantaran ada rawi yang bernama Hammad bin Syu’aib. Beberapa Ulama melemahkan riwayatnya, bahkan juga Imam al-Bukhâri berkata, “Para Ulama Pakar hadits meninggalkan (kisah) haditsnya (lantaran kekurangannya yang fatal). ”9
Imam al-Haitsami menyebutkan kekurangan hadits ini yang begitu kronis, beliau berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabîr serta didalam sanadnya ada (rawi yang bernama) Hammad bin Syu’aib, dia begitu lemah (riwayatnya) ”10.
Kesimpulannya, hadits ini yaitu hadits yang lemah atau bahkan juga begitu lemah.
Hadits yang semakna dengan hadits diatas juga diriwayatkan dari empat Shahabat lain, ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallah anhuma, ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, al-Husein bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma serta Ummul Fadhl bintu al-Hârits al-Hilâliyah Radhiyallahu anhu, walau demikian semuanya hadits ini dapat begitu lemah atau bahkan juga palsu.
1- Hadits kisah ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma kalau Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan adzan di telinga kanan al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma serta iqamah di telinga kirinya pada hari dia dilahirkan.
Hadits ini di keluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam Syu’abul Îmân (6/390) serta beliau menyampaikan kalau dalam sanadnya ada kekurangan.
Bahkan juga hadits ini begitu lemah atau dapat disebutkan hadits palsu, lantaran dalam sanadnya ada rawi yang bernama al-Hasan bin ‘Amr bin Saif as-Sadusi al-‘Abdi. Imam adz-Dzahabi berkata, “Dia dinyatakan pendusta oleh (Imam) ‘Ali bin al-Madini. Imam al-Bukhâri berkata, “Dia pendusta. ” Imam ar-Razi berkata, “Dia ditinggalkan (riwayatnya) ”11
2- Hadits kisah ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma kalau Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan adzan di telinga al-Hasan serta al-Husein Radhiyallahu anhuma saat keduanya dilahirkan. Hadits ini di keluarkan oleh Imam Tamam ar-Râzi dalam al-Fawâ-id (1/147).
Hadits ini dapat yaitu hadits yang begitu lemah atau palsu, lantaran dalam sanadnya ada rawi yang bernama al-Qâsim bin Hafsh al-‘Umari, nama komplitnya al-Qasim bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Hafsh bin ‘Ashim ‘al-‘Umari al-Madani. Imam Ibnu Hajar berkata mengenainya, “Dia ditinggalkan (riwayatnya), Imam Ahmad menuduhnya berdusta”12.
3- Hadits kisah al-Husein bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma kalau Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang anaknya baru lahir, lantas dia membacakan adzan di telinga kanannya serta iqamah di telinga kirinya, jadi jin (setan) yang mengikutinya akan tidak (dapat) membahayakannya”. Hadits ini di keluarkan oleh Imam Abu Ya’la dalam al-Musnad (12/150, no. 6780), al-Baihaqi dalam Syu’abul Îmân (6/390) dan sebagainya.
Hadits ini yaitu hadits palsu, lantaran dalam sanadnya ada dua rawi pemalsu hadits, yakni Yahya bin al-‘Ala’ al-Bajali serta Marwan bin Salim al-Gifari. Imam Ahmad berkata mengenai Yahya bin al-‘Ala’, “Dia yaitu pendusta yang memalsukan hadits”. Imam ad-Daraquthni berkata, “Haditsnya ditinggalkan (lantaran kekurangannya yang begitu fatal) ”13. Imam Ibnu Hajar berkata mengenai Marwan bin Salim, “Dia ditinggalkan (riwayatnya), Imam as-Saji serta yang lain menuduhnya memalsukan hadits”14.
Imam al-Baihaqi serta al-‘Iraqi menghukumi hadits ini sebagai hadits yang lemah15, sedang Imam al-Haitsami menyebutkan kekurangannya yang fatal dengan perkataan beliau, “Dalam sanadnya ada Marwan bin Salim al-Gifari, dia ditinggalkan (riwayatnya) ”16.
Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Imam adz-Dzahabi, al-Munâwi serta Syaikh al-Albani. 17
4- Hadits kisah Ummul Fadhl bintu al-Hârits al-Hilâliyah Radhiyallahu anha kalau saat dia melahirkan anaknya, dia membawanya pada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jadi Beliau n membacakan adzan di telinga kanannya serta iqamah di telinga kirinya… Hadits ini di keluarkan oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (9/101), al-Khathib al-Bagdadi dalam Târîkh Bagdad (1/63) dan sebagainya.
Hadits ini dapat begitu lemah atau bahkan juga palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ahmad bin Rasyid bin Haitsâm al-Hilâli, Imam adz-Dzahabi serta al-Haitsami menuduhnya memalsukan hadits ini18.
Hadits ini dihukumi sebagai hadits yang batil oleh Imam adz-Dzahabi dalam Mîzânul I’tidâl (1/97).
Rangkuman akhir, hadits ini derajatnya begitu lemah serta semuanya hadits lain yang semakna dengannya sekitar pada begitu lemah serta palsu.
Oleh karenanya, kandungan hadits ini tak disyariatkan untuk diamalkan, lantaran kita cuma mengamalkan hadits yang benar penisbatannya pada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Membacakan adzan serta iqamah pada telinga bayi yang baru lahir tak disyariatkan, lantaran hadits yang jadikan sandaran yaitu hadits yang sekalipun tak benar penisbatannya pada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantaran derajatnya begitu lemah atau bahkan juga palsu. 19
Walau ada diantara beberapa Ulama yang berasumsi itu disarankan, walau demikian sepanjang mereka tak membawakan hadits yang shahih, jadi pendapat itu tak dapat dibenarkan.
Benarlah perkataan Imam Malik bin Anas yang popular, “Tidak ada seseorangpun sesudah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkecuali dapat di ambil perkataan atau gagasannya (bila sesuai sama dalil yang shahih) atau ditinggalkan (bila tak dilandasi dalil yang shahih), terkecuali Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang harus di ambil semuanya ucapannya) ”20.
Wallahu a’lam bishshawaab.
Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Th. XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079
________
Footnote
1 Kitab Sunan at-Tirmidzi (4/97).
2 Hlm. 286
3 Kitab Tuhfatul Maudûdi bi Ahkâmil Maulûd (hlm. 30)
4 Saksikan kitab Silsilatul Ahâdîts adh-Dha’îfah wal Maudhû’ah (1/493-494)
5 Kitab Taqrîbut Tahdzîb (hlmn 285)
6 Semuanya dinukil oleh Imam adz-Dzahabi dalam Mîzânul I’tidâl (2/354)
7 Saksikan Takhrîju Ahâdîts Ihyâ-i ‘Ulûmiddîn (2/63)
8 Kitab Talkhîshul Habîr (4/149)
9 Semuanya dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam Lisânul Mîzân (2/348)
10 Kitab Majma’uz Zawâ-id (4/95)
11 Kitab Mîzânul I’tidâl (1/516)
12 Kitab Taqrîbut Tahdzîb (hlm. 450)
13 Semuanya dinukil oleh Imam al-Mizzi dalam kitab Tahdzîbul Kamâl (31/486)
14 Kitab Taqrîbut Tahdzîb (hlm. 526)
15 Takhrîju Ahâdîtsi Ihyâ-i ‘Ulûmiddîn (2/63)
16 Kitab Majma’uz Zawâ-id (4/95)
17 Saksikan kitab Mîzânul I’tidâl (4/397), Faidhul Qadîr (6/238) serta Silsilatul Ahâdîts adh-Dha’îfah wal Maudhû’ah (1/491, no. 321)
18 Saksikan kitab Lisânul Mîzân (1/171) serta Majma’uz Zawâ-id (5/340)
19 Saksikan kitab Ahkâmul Maulûd fis Sunnatil Muthahharah (hlm. 34)
20 Dinukil oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalâtin Nabi n (hlmn 49)
Sumber
| republished by (YM) Yes Muslim!
TAHUKAH ANDA...??? Hadits Yang Derajatnya Sangat Lemah Tentang Adzan Di Telinga Bayi Yang Baru Lahir. Inilah Penjelasannya...
Reviewed by Unknown
on
18.48
Rating:
Tidak ada komentar: